BAB I
PENDAHULUAN
Istilah Kerajaan Allah merupakan
salah satu topik terpenting dalam kitab-kitab injil dan Perjanjian Baru dan
pada umumnya para sarjana dari berbagai aliran teologi yang berbeda setuju
bahwa berita utama yang disampaikan Yesus adalah tentang kerajaan Allah. “Bertobatlah Kerajaan sorga telah datang” (Mat 4:17) adalah seruan yang
disampaikan Yesus diawal pelayanan-Nya. Namun Ia pada mulanya tidak memberikan
penjelasan tentang apakah yang dimaksud dengan istilah “Kerajaan Sorga”
tersebut. Nampaknya ada anggapan bahwa
para pendengar-Nya saat itu mengenal dengan jelas arti istilah itu oleh karena
konsep tentang Kerajaan ini merupakan bagian nubuatan yang tercatat di dalam
Perjanjian Lama, yaitu berkenaan dengan pemerintahan Allah; bahwa Allah akan
menegakkan kebenarannya di dalam setiap aspek dari pengalaman manusia.
Kerajaan Allah sesungguhnya telah datang di tengah-tengah dunia, tetapi
manusia tidak mengenal Kerajaan tersebut, sebab yang manusia maksudkan tentang
kerajaan yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama tersebut adalah kerajaan yang
akan datang dan memerintah di bumi saja.
Terutama orang Yahudi yang mengerti tentang kerajaan Allah ini yaitu
mereka menganggap bahwa ada seorang yang datang dan mendirikan kerajaan dengan
sistem pemerintahan dunia. Konsep ini
tidak sesuai dengan Alkitab atau maksud Allah tentang kerajaan-Nya. Kerajaan Allah bukan kerajaan dengan system
pemerintahan dunia.
BAB II
PENGERTIAN ISTILAH
Pada mulanya konsep tentang Kerajaan Allah ini bersifat eskatologis yang
dikaitkan dengan Kerajaan Israel. Secara etimologi, istilah “Kerajaan” baik di dalam bahasa
Yunani basileia, “Basileia” yang berarti tingkatan, kekuasaan, kedaulatan
yang dimiliki seorang raja. Jadi suatu basileia berarti suatu wilayah yang
atasnya seorang raja menggunakan kekuasaannya. Jika kata ini berarti
“Kerajaan Allah”, maka artinya adalah pemerintahan Allah, kekuasaan Allah,
kedaulatan Allah dan bukan wilayah berlakunya pemerintahan itu.[4] Sementara
itu di dalam Perjanjian Lama, istilah yang dipakai adalah twklm,
“Malkuth” berarti “Kerajaan”, “pemerintahan”, “peraturan” menunjukkan
pengertian (1). “daerah kekuasaan sebuah Kerajaan” (Est 1:4), “pengangkatan ke
atas tahta” (Est 4:14), “masa pemerintahan” (Est 2:16).
Istilah lain yang dipergunakan di dalam Perjanjian Lama adalah hklmam,
“Mamlakah” yang memiliki arti yang sama, namun arti dasarnya adalah daerah dan
sekelompok orang yang membentuk sebuah Kerajaan. Dalam kaitannya dengan Israel,
istilah ini secara khusus menunjuk Israel sebagai Kerajaan Allah (Kel 19:6 Bd:
2Sam 7:16; Yeh 37:22). juga menunjuk kepada seorang raja tertentu yang
memerintah sebuah Kerajaan (Bd: 1Sam 28:17).
Secara umum di dalam Perjanjian Lama memberikan pengertian tentang
“Kerajaan” ini sebagai ekspresi dari peraturan pemerintahan dan kaitannya
dengan seorang raja tertentu, yaitu ditandai dengan adanya “tahta” (Ul 17:18),
suatu kota pemeritahan (1Sam 27:5). Perjanjian Lama sangat menekankan konsep
pemerintahan Allah ini; Tuhan memerintah sebagai Raja atas umat-Nya Israel
(1Taw 29:11). Dengan kemurahan-Nya Ia memerintah atas umat-Nya mulai dari Daud
sampai kepada masa pembuangan (2Taw 13:5).[5]
Basic to the
thought of the kingdom of God, therefore, is its Divine origination and
operation, though it comes to earthly and visible expression in the world. In
redemption God may choose a people, subdue them unto Himself, rule over them as
their King, call them unto the previleges of His rule and the duties of their
high calling (Exodus 19:5-6; 1Peter 2:9-10)
Ungkapan “Kerajaan Sorga” di dalam pengharapan orang Yahudi sesudah pembuangan
mengandung unsur campur tangan Allah yang sungguh diharapkan Israel, untuk
memulihkan kebahagiaan umat-Nya dan membebaskannya dari kuasa musuh. Kedatangan
Kerajaan Allah adalah perspektif masa depan yang dipersiapkan oleh kedatangan
Mesias dalam meratakan jalan bagi Kerajaan Allah.[7]
Pemberitaan yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus ini
memberikan pengertian yang universal dan menimbulkan kerinduan yang tinggi akan
sejarah yang lama dinanti-nantikan, yaitu campur tangan Allah untuk memulihkan
segala sesuatu. Berkhof memberikan pengertian tentang Kerajaan Allah sebagai
pemerintahan Allah yang ditetapkan dan diterima dalam hati orang berdosa melalui
kuasa dan yang melahirbarukan dari Roh Kudus yang menjamin mereka memperoleh
berkat-berkat keselamatan yang tidak terkirakan[8].
Jadi pengertian di sini lebih bersifat spiritual dan tidak nampak. Yesus
sendiri memegang konsep eskatologis ini dan mengajarkan pengertian ini di dalam
pengajaran-Nya, bahwa pernyataan Kerajaan Allah itu bersifat spiritual dan
memiliki karakter universal. Ia juga mengajarkan konsep Kerajaan Allah ini
berbeda dengan konsep yang diterima sebelumnya oleh orang Yahudi dan
mengkaitkannya dengan aspek masa kini dan pengharapan akan berkat-berkatnya
pada masa mendatang.[9]
Thema tentang kedatangan Kerajaan sorga adalah inti kedatangan Yesus di
dalam inkarnasi-Nya. Kemudian datanglah Yesus orang Nazaret dengan membawa
berita, “Bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat 4:17). Bagaimana manusia
dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat 5:20; 7:21). Karya-karya-Nya
membuktikan bahwa Kerajaan sorga sudah datang (Mat 12:28).
Perumpamaan-perumpamaan yang diajarkan-Nya memberikan gambaran tentang
kebenaran Kerajaan sorga (Mat 13:11). Doa yang diajarkan kepada para murid
mengajarkan tentang pengharapan kedatangan Kerajaan sorga (Mat 6:10). Pada
malam sebelum kematian-Nya, Ia berjanji kepada para murid bahwa Ia akan
menikmati kebahagiaan dan persekutuan di dalam Kerajaan itu bersama dengan
mereka (Luk 22:29-30). Ia juga berjanji akan membawa berkat Kerajaan itu kepada
orang-orang yang bagi mereka semua itu telah disediakan (Mat 25:31,34).
LATAR
BELAKANG PERJANJIAN LAMA
Oleh karena konsep tentang “Kerajaan Sorga” ini berkaitan dengan masa depan
Israel, maka harus ditelusuri terlebih dahulu hal apakah yang menjadi catatan
di dalam Perjanjian Lama, khususnya berkaitan dengan pengharapan umat Israel
akan kedatangan Mesias yang akan mentegakkan Kerajaan-Nya di dalam dunia ini.
Bagi orang Israel makna “Kerajaan” ini mempunyai tempat yang penting sekali
di dalam kehidupan dan pengharapan mereka. Wawasan tentang hal ini dapat
dilihat beberapa kali di dalam berita Perjanjian Lama.[10] Berita
tentang “Kerajaan” ini juga menjadi tujuan pengajaran para nabi bahwa akan ada
suatu Kerajaan Ilahi di mana Allah dilukiskan sebagai Raja, baik atas Israel
maupun atas seluruh umat manusia (Kel 15:18; Ul 33:5; Yes 43:15; Yer 46:18).
Dwight Pantecost membagi aspek Kerajaan Allah ini di dalam dua kategori,
“eternal kingdom” dan “theocratic kingdom”[11] Kerajaan
yang bersifat Teokratis ini dapat ditelusuri dari Taman Eden, periode
pemerintahan manusia di dalam masa Nuh, periode para Patriakh, Kerajaan di
dalam masa hakim-hakim, dan terakhir di dalam masa para nabi.[12] Melalui
kitab Yesaya terlihat konsep tentang Kerajaan ini, khususnya berkenaan dengan
masa depan Kerajaan yang berkaitan dengan Yerusalem dan dengan Yehuda. Misalnya
(1). di dalam pasal 4:2-4 menyatakan bahwa Allah akan hadir sebagai hakim pada
“hari-hari yang terakhir”. (2). Dalam kaitannya dengan kelahiran Kristus di
dalam pasal 9:6-7. Sekali lagi bagian ini menyatakan pemerintahan Allah yang
ada di dalam dunia yang ditandai dengan beberapa faktor, seorang anak akan lahir;
tahtanya akan disebutkan tahta Daud, pemerintahannya akan dijalankan dengan
keadilan dan kebenaran dan semuanya akan digenapi di dalam kuasa Allah. (3).
Pasal 11:1-9 adalah bagian yang sangat jelas mengungkapkan kedatangan Kristus
dan karakteristik dari pemerintahan-Nya di dalam dunia.
Demikian juga di dalam kitab Yeremia terlihat adanya prediksi yang
dilakukannya, bukan saja akhir dari masa pembuangan setelah 70 tahun (Yer
29:10) melainkan juga penggenapan restorasi Israel (Yer 23:5-8). Penggenapan nubuatan
ini terjadi pada saat kembalinya bangsa ini kepada tanah mereka dan juga
di dalam penegakkan kembali keadilan dan kebenaran oleh Allah yang sama yang
pernah membawa mereka keluar dari perbudakan di Mesir.
Sementara itu di dalam kitab Yehezkiel, konsep “Kerajaan” digambarkan
berkenaan dengan penghakiman terhadap Israel pada masa kedatangan Kristus
kembali dan hanya mereka yang taat dan percaya kepada-Nya yang akan
diselamatkan dan memasuki tanah perjanjian. (Yeh 20:34-38, 42).
Meskipun berita tentang Kerajaan Allah di dalam Perjanjian Lama pada
hakekatnya yang persis sulit untuk dijelaskan, namun memberikan kesan Kerajaan
itu sudah ada dan juga masih akan datang. Para nabi menyampaikan berita bahwa
Allah memerintah berdasarkan kedaulatan-Nya sendiri. Mereka juga memandang ke
depan, yaitu pada suatu masa di mana Allah memerintah di tengah umat-Nya dan
hal ini menjadi nyata bagi semua orang (Bd: Yes 24:23). Bahwa gagasan tentang
pemulihan Kerajaan Daud sebagai sarana yang digunakan Allah untuk tampil
sebagai raja Israel.
Penting juga untuk diperhatikan di sini adalah konsep tentang Apokaliptik
yaitu adanya jenis kerajaan yang bersifat sorgawi. Dengan demikian ada dua
berita, Kerajaan yang bersifat fisik dan Kerajaan yang bersifat rohani (Bd: Dan
7).
Donald Guthrie mengatakan bahwa keterangan tentang adanya kedua aspek ini
menunjukkan bahwa keduanya tidak dibeda-bedakan secara tajam. Masa antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hanya mengembangkan gagasan yang bersifat
ganda itu.[13] Nampaknya
kedua aspek ini saling bercampur satu sama lain. Pada masa ini keyakinan bahwa
Kerajaan Allah akan diwujudkan di bumi dikaitkan dengan sikap pesimis mengenai
pemulihan kerajaan Daud. Memang ada kecenderungan menempatkannya pada masa
mendatang karena mungkin sekali orang Yahudi hanya memikirkan tentang Kerajaan
yang diharapkan akan segera datang. Di sinilah pengertian pemberitaan Yohanes
pembaptis dapat dipahami.
"KERAJAAN
ALLAH" DI DALAM PENGAJARAN TUHAN YESUS
Konsep
tentang Kerajaan Allah muncul di dalam pelayanan Tuhan Yesus berkaitan dengan
pengajaran di dalam Perjanjian Lama, secara khusus berkenaan dengan konsep
Apokaliptik Yudaisme. C.C. Caragounis mengatakan ada beberapa aspek penting di
dalamnya, yaitu bahwa konsep ini lebih kepada hal yang bersifat dinamis
daripada menunjuk kepada hal yang bersifat geografis, berhubungan dengan Anak
Manusia, tidak berkaitan dengan konsep perjanjian dan merupakan pengharapan di
masa mendatang.[14]
Di dalam Injil Sinoptik, berita yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah
bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang; bahwa janji Allah tentang Kerajaan-Nya
ini sudah digenapi dan harus ada suatu keputusan yang diambil.[15] Lebih
lanjut Caragounis mengatakan bahwa Kerajaan Allah ini dinyatakan di dalam dua
hal, (1). Inti utama dari pengajaran Tuhan Yesus dan (2). Dikonfirmasikan
melalui pekerjaan-pekerjaan-Nya yang ajaib (bd: Mat 4:23; 9:35). Komponen yang
ketiga dihubungkan dengan pribadi Tuhan Yesus sebagai Anak manusia.[16]
1. Tuntutan Kerajaan Allah
Di dalam pengajaran-Nya Yesus mengungkapkan tentang pengharapan dan kondisi
tentang Kerajaan Allah. Ia mengajarkan bahwa hal memasuki Kerajaan tersebut
diperlukan pertobatan dan percaya kepada Injil Tuhan (Mat 4:17; Mrk 1:15). Di
bagian lain, Yesus mengatakan diperlukan iman seperti seorang anak kecil (Mat
18:3; Mrk 10:14). Perihal tentang Kerajaan Allah ini juga nampak sebagai hal
yang sangat radikal, misalnya diperlukan hati yang tidak bercabang dan hanya
tertuju kepada-Nya. Ia mengatakan bahwa mereka yang siap membajak tetapi
menoleh ke belakang, ia tidak layak untuk Kerajaan Allah (Luk 9:62); bahkan
seseorang harus mengorbankan semua yang dimilikinya, harta, keluarga,
pernikahan (Mat 19:12; Mrk 10:21-27). Namun Yesus juga mengatakan bahwa semua
orang yang melakukan semua itu akan menerima balasan berkali lipat (Mrk
10:29-31).
2. Etika Kerajaan Allah
Etika Kerajaan Allah dapat dikatakan sebagai tuntutan etika Allah sendiri
terhadap setiap orang yang telah ditetapkan-Nya untuk melakukan kehendak-Nya
yang sempurna. Pengajaran tentang etika Kerajaan Allah ini secara khusus
diajarkan oleh Yesus di atas bukit (Lih: Mat 5-7; Luk 6:17-49)[17].
Dan merupakan kesinambungan dari pengajaran tentang etika di dalam Perjanjian
Lama walaupun di dalamnya Ia juga memberikan berbagai macam pengkoreksian dan
penjelasan maksud yang sebenarnya dari setiap tuntutan etika Allah terhadap
umat-Nya. Hal ini ternyata dari perkataan-Nya, yaitu ketika Ia mengatakan,
“Kamu telah mendengarkan yang difirmankan kepada nenek moyang kita … tetapi Aku
berkata kepadamu … “ (Lih: Mat 5:21, 27, 31, 33, 38, 43, dsb).
Khotbah di bukit ini merupakan “Didakhe” yang mengungkapkan standard
kehidupan bagi orang-orang percaya yang berada di dalam Kerajaan Allah, atau
merupakan penjelasan Tuhan Yesus tentang watak dari mereka yang sudah berada di
dalam Kerajaan Allah dan sekaligus merupakan keterangan sifat kesusilaan yang
diharapkan dari mereka. Jadi, Khotbah di Bukit lebih berarti “Intisari
Kehidupan Kristen”.[18]
Isi dari Khotbah di bukit yang diajarkan Tuhan Yesus ini bukanlah merupakan
suatu peraturan yang baru, melainkan suatu penegasan tentang dasar kehidupan
etika dan pengaruhnya di dalam kehidupan orang-orang yang berada di dalam
Kerajaan Allah, yaitu mereka yang telah mengalami penebusan-Nya. Penggenapan
semua yang menjadi isi Khotbah ini adalah sesuatu hal yang mungkin terjadi
apabila Allah menjadi Raja, “menjadi semua di dalam semua” di dalam kehidupan
orang percaya (Bd: 1Kor 15:28).
3. Aspek Waktu Kerajaan Allah
Seperti disebutkan di atas bahwa konsep tentang Kerajaan Allah merupakan
inti pengajaran Tuhan Yesus. Ia menggambarkan Kerajaan itu sudah datang dan
dinyatakan di dalam diri dan pekerjaan Tuhan Yesus sendiri. Inilah yang kerap dipahami
sebagai aspek masa kini Kerajaan Allah. Hal ini dapat terlihat dari
mujizat yang dilakukan-Nya sebagai bukti kedatangan Kerajaan Tuhan[19],
misalnya dari pekerjaan Tuhan di dalam penyembuhan orang yang kerasukan setan
(Luk 11:20 bd: Mat 12:29), perbuatan ajaib berkenaan dengan penggenapan nubuat,
orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta ditahirkan, orang mati
dibangkitkan, dan kabar kesukaan diberitakan kepada orang miskin (Mat 11:2 dst;
Luk 7:18 dst). Kerajaan Allah itu telah datang di dalam Dia dan dengan Dia.
Dialah “auto-basilea.”
Selain itu ternyata konsep Kerajaan Allah ini juga memiliki aspek yang
tersembunyi. Yesus mengajarkan hal ini kepada para murid-Nya bahwa ada
kemungkinan timbulnya kekecewaan di dalam diri manusia dan pada akibatnya
menolak Yesus oleh karena berhadapan dengan aspek yang tersembunyi ini. Bahwa
Kerajaan Allah itu sudah datang di dalam diri Yesus adalah benar, namun belum
mencapai penggenapannya yang sempurna.
4. Problema “Ephthasen” (Mat 12:28; Luk 11:20)
Di dalam Injil Sinoptik ada dua ayat yang mengatakan bahwa Kerajaan Allah
sudah datang dan hal ini ditandai dengan pekerjaan Tuhan Yesus mengusir setan
dengan kuasa Roh Allah. Permasalahan segera timbul berkenaan dengan pernyataan
dan pelayanan Tuhan Yesus yang lain yang dicatat di dalam Sinoptik, misalnya
bagaimanakah kaitannya dengan “sisa” kehidupan dan pelayanan Tuhan dan
begaimana dengan “kewajiban” Anak Manusia yang menyerahkan nyawanya untuk
menjadi tebusan bagi banyak orang? Apakah signifikasi kematian-Nya dan
bagaimanakah Tuhan Yesus menghubungkan antara kematian-Nya dengan konsep
Kerajaan Allah tersebut.
5. Problema “Entos Hymon Estin” (Luk 17:21)
Ini adalah masalah lain berkenaan dengan kehadiran Kerajaan Allah. Di dalam
ayat ini Yesus sedang menjawab pertanyaan para Farisi tentang kedatangan
Kerajaan Allah; bahwa perihal Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah,
juga orang tidak dapat mengatakan: ‘lihat ia ada di sini atau ia ada di sana!
Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu,’ (entos hymon estin).
“Entos” berarti “inside”, “within” Kata ini digabungkan dengan “hymon” dalam
pengertian “di tengah-tengah kamu”, “di dalam genggamanmu”, dsb. Penggunaan
istilah ini oleh Lukas nampaknya untuk mengkontraskannya dengan “meta
paratereseos” (dengan tanda-tanda yang dapat diamati),[20] maksudnya
para Farisi ketika melihat semua tanda-tanda yang dilakukan oleh Yesus akan
bertanya apakah Ia Mesias yang akan datang untuk mendirikan Kerajaan itu? Yesus
menjawab mereka bahwa hal itu bukanlah tanda-tanda kedatangan Kerajaan Allah
dan mengajarkan mereka jangan mengandalkan tanda-tanda itu untuk memberi
kepastian. Geldenhuys mengatakan bahwa ada dua alasan yaitu pertama, kedaulatan
Allah bahwa hal “telah datang” adalah di dalam diri Yesus Kristus berkenaan
dengan penyelamatan-Nya di mana Ia dikenal sebagai Mesias dan berkenaan dengan
penghakiman-Nya kepada mereka yang menolak-Nya. Kedua, bahwa kedatangan
Kerajaan-Nya bersifat tiba-tiba dan tidak diharapkan sehingga tidak ada
seorangpun yang dapat memperkirakannya secara tepat ketika saat itu tiba.[21]
PERUMPAMAAN
TENTANG KERAJAAN ALLAH
Yesus juga mengajar dengan menggunakan berbagai macam perumpamaan untuk
melukiskan realita Kerajaan Allah. Setiap perumpamaan melukiskan berbagai aspek
yang berbeda dari Kerajaan Allah itu, misalnya perumpamaan tentang seorang
penabur melukiskan tanggapan setiap orang terhadap berita tentang Kerajaan
Allah (Mat 13:3-9; Mrk 4:3-9).
Di dalam Perjanjian Baru ada tujuh buah perumpamaan yang menjelaskan arti
realita, karakteristik yang berbeda dan juga aspek-aspek yang berbeda dari
Kerajaan Allah. (1). Penabur dan Benih, (2). Musuh yang Menabur Lalang, (3).
Biji Sesawi, (4). Ragi, (5). Harta Terpendam, (6). Mutiara yang Indah dan (7).
PukatPerumpamaan pertama mengenai asal-usul Kerajaan, perumpamaan kedua sampai
ke tiga menggambarkan usaha dan keinginan Iblis untuk menghambat dan merintangi
pertumbuhan Kerajaan, perumpamaan kelima dan keenam menunjukkan sikap orang
yang mencari Kerajaan itu walaupun ada tipu muslihat Iblis dan perumpamaan
terakhir menggambarkan kesempurnaan Kerajaan itu. Kalau digabungkan maka semua
perumpamaan itu menunjuk kepada sifat, asal-usul, halangan dan kemenangan
pekerjaan Kristus dalam memberitakan Injil-Nya melalui pada utusan-Nya antara
waktu kedatangan-Nya yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kali.
1. Perumpamaan Benih dan Tanah (Matius 13:1-23)
Perumpamaan ini menekankan perihal bermacam-macamnya jenis hati orang dan
reaksi mereka terhadap firman, apakah akan menerima atau menolaknya. Boice
memberikan pembagian hati ini sebagai :
(1). Hati yang keras yang ditandai dengan gambaran tanah yang keras). Tanah
itu menjadi keras karena terus-menerus terinjak orang sehingga benih yang jatuh
di atasnya tidak akan dapat masuk ke dalamnya. Kemudian datanglah burung-burung
(yang dibandingkan oleh Kristus sebagai Iblis atau pekerjaan jahat memakan
benih tersebut. Inilah gambaran dari hati yang menolak kebenaran firman
yang datang kepada mereka oleh karena dosa. Dosa mengakibatkan orang selalu
menolak kebenaran firman Tuhan, menolak kebenaran Allah.[22]
(2). Hati yang dangkal yang digambarkan sebagai tanah yang tipis dan
berbatu. Memang benih itu masuk ke dalam tanah ketika ditaburkan, tetapi hanya
sedikit saja. Benih itu segera tumbuh, namun juga cepat layu kena panas
matahari sebab tidak berakar. Yesus menerangkan arti gambaran ini sebagai orang
yang mendengar firman, segera menerimanya tetapi tidak berakar dan hanya
sebentar saja bertahan. Penindasan dan penganiayaan akan firman akan
mengakibatkan mereka murtad. Secepat mereka percaya, secepat itu pulalah mereka
murtad karena mereka sebenarnya tidak pernah sungguh-sungguh dilahirkan
kembali.
(3). Hati yang terhimpit digambarkan sebagai benih yang terjatuh di antara
semak duri. Inilah gambaran dari orang yang telah mendengar firman lalu
kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan menghimpitnya firman itu sehingga tidak
berbuah. Menarik sekali, Yesus memberikan penjelasan tentang kekuatiran dunia
dan tipu daya kekayaan mempunyai kuasa untuk menghimpit kebenaran firman
sehingga tidak berbuah sebagaimana mestinya. Untuk masalah ini Yesus pernah
memperingatkannya, misalnya Ia mengatakan tentang sukarnya orang kaya masuk ke
dalam Kerajaan Sorga (Mat 19:23 bd: Mrk 10:25), celakalah mereka yang kaya (Luk
6:24). Permintaan-Nya terhadap anak muda yang kaya untuk menjual hartanya dan
mengikuti Dia (Luk 18:23). Hal ini tidak berarti orang percaya tidak boleh
memiliki harta dan menjadi kaya, namun apakah kekayaannya itu mendominasi
sedemikian rupa sehingga menghimpit imannya kepada Tuhan.
(4). Hati yang terbuka yang diibaratkan seperti tanah yang baik di mana
benih yang jatuh akan masuk, berakar dan bertumbuh di dalamnya sehingga berbuah
seratus kali lipat, enam puluh kali lipat, tiga puluh kali lipat (ay.23).
Inilah gambaran dari orang yang menerima firman dan menghasilkan buah rohani.
Hanya hati yang terbuka sajalah yang akan menerima faedah keuntungan
pemberitaan Injil dan diselamatkan.
2. Perumpamaan tentang Lalang (Matius 13:24-43)
Bagian ini menggambarkan sikap musuh yang menabur benih lalang pada waktu
malam hari di ladang milik petani. Benih lalang itu tumbuh bersama dengan benih
gandum sehingga tidak dapat dibedakan sampai pada masa penuaian tiba. Benih
lalang akan dikumpulkan dan dibakar sementara benih gandum akan dituai dan
dibawa ke dalam lumbung.
Yesus sendiri memberikan arti terhadap perumpamaan ini bahwa orang yang
menabur benih yang baik adalah Anak Manusia, ladang adalah dunia, musuh petani
adalah Iblis. Dengan kata lain, perumpamaan ini memberikan gambaran tentang
perlawanan dari Iblis yang aktif menentang perluasan Kerajaan Allah di bumi
ini. Boice mengatakan bahwa maksud perumpamaan ini semata-mata hendak
memberitahukan bahwa Iblis akan menyodorkan orang-orang (entah di dalam gereja
atau di luar gereja) yang menyerupai orang-orang Kristen sejati, tetapi bukan
Kristen yang sesungguhnya sehingga bahkan para hamba Allahpun tidak dapat
membedakannya.[23] Dapat
dikatakan isi perumpamaan ini mirip juga dengan perumpamaan lain
disampaikan-Nya - walaupun tidak dijelaskan artinya - di dalam perumpamaan
tentang biji sesawi yang tumbuh menjadi pohon besar dan tentang ragi yang
dicampurkan ke dalam adonan.
3. Perumpamaan Biji Sesawi dan Ragi (Matius 13:31-33)
Kedua perumpamaan ini mempunyai kaitan yang sangat erat dan melukiskan
perkembangan dan pertumbuhan Kerajaan Allah sampai pada waktunya akan memenuhi
seluruh dunia dan kaitannya dengan pekerjaan Iblis. Perumpamaan tentang Biji
Sesawi mengajarkan bahwa Kerajaan Allah dimulai dari sesuatu yang kecil yang
kemudian bertumbuh menjadi besar sementara perumpamaan tentang ragi mengajarkan
pengaruh dari Kerajaan Allah yang bekerja secara diam-diam namun pasti.[24]
Ada banyak penafsiran terhadap perumpamaan ini, misalnya jika dikaitkan
dengan beberapa pandangan tentang Eskatologi, baik itu Postmillenium maupun
Amillenium menyatakan bahwa pada akhirnya Kerajaan Allah akan mencapai
kemenangannya di bumi, yaitu pada saat kedatangan Tuhan Yesus kali yang kedua.
Sementara itu Arno C. Gaebelein mengemukakan hal yang lain lagi. Ia
mengatakan bahwa perumpamaan ini menerangkan tentang perluasan yang aneh dan
berbahaya serta bersifat birokratis dari gereja dan pekerjaan Iblis yang
merongrong seperti ragi. Ia mengatakan, “Semua perumpamaan ini memperlihatkan
pertumbuhan kejahatan dan merupakan nubuatan untuk seluruh zaman di mana kita
hidup.[25]
Penulis sendiri lebih menyetujui pandangan dari James M. Boice. Ia
mengatakan bahwa kedua perumpamaan ini menyatakan pekerjaan Iblis dengan
beberapa alasan:
(1). Pertumbuhan biji sesawi menjadi pohon adalah tidak wajar karena
seharusnya biji ini bertumbuh menjadi semak-semak. Jadi di sini Kristus sedang
berbicara tentang pertumbuhan yang aneh dari biji sesawi dan para pendengar-Nya
akan segera menyadari ada yang tidak beres di sini.
(2). Konteks Matius 13 menggambarkan burung disamakan dengan Iblis atau
pekerjaan jahat sehingga mengubahnya menjadi hal yang sebaliknya menunjukkan
ketidak-konsistenan mengerti konteks. Boice mengatakan, “… benar-benar aneh
apabila suatu unsur (burung-burung) yang melambangkan si jahat pada permulaan
pasal ini akan berubah artinya sama sekali pada hanya tiga belas ayat
sesudahnya”.
(3). Di dalam Perjanjian Lama, ragi adalah gambaran kejahatan. Di dalam
hukum orang Israel ragi tidak boleh ada pada korban yang dipersembahkan kepada
Tuhan dengan dibakar. Pada waktu hari raya roti tidak beragi, setiap orang
Yahudi yang setia harus memeriksa rumahnya kalau-kalau ada ragi dan
memusnahkannya. Yesuspun berbicara tentang bahaya ragi orang Farisi dan Saduki
yang berarti pengaruh jahat mereka (Mat 16:12; Mrk 8:15).[26] Jadi
ragi di sini sebenarnya memberikan arti simbolis segala sesuatu yang jahat
daripada yang baik sehingga bagaimana pengertian ini dimengerti sebaliknya.
4. Perumpamaan Harta Terpendam & Mutiara
Perumpamaan ini bermaksud mengungkapkan cara kerja Allah di dalam hati
seseorang atau menguraikan jenis orang yang telah dihidupkan di dalam Kristus.
Di dalam kedua perumpamaan ini mengungkapkan sikap dan tindakan kedua orang
yang menemukan harta berharga, baik orang yang menemukan harta terpendam maupun
pedagang yang menemukan mutiara. Meskipun demikian terdapat kontras pula di
antara keduanya. Orang yang menemukan harta terpendam jelas tidak mencarinya.
Penemuannya secara kebetulan. Yesaya telah memberikan gambaran tentang orang
semacam ini ketika ia berkata, “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada
orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang
tidak mencari Aku” (65:1). Di dalam kasus si pedagang, penemuan mutiara itu
adalah hasil pencarian yang lama dan terus menerus. Orang semacam ini dikatakan
oleh Tuhan Yesus ketika Ia berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu,
carilah maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”
(Mat 7:7).
Kedua perumpamaan ini menyatakan perihal mengejar yang berharga. Kedua
orang di dalam perumpamaan ini menyadari nilai dari harta yang ditemukannya dan
kemudian memutuskan untuk memilikinya. Mereka menjual segala kepunyaannya untuk
membeli harta tersebut dan pada akhirnya mereka mendapatkannya.
5. Perumpamaan tentang Pukat
Di dalam perumpamaan ini juga terdapat prinsip pengumpulan dan pemisahan -
antara ikan yang baik dan yang buruk. Kelihatannya perumpamaan ini berisi
pengulangan berita dari perumpamaan yang sebelumnya, misalnya dengan
perumpamaan lalang dan gandum. Namun jika diteliti perumpamaan ini memiliki
kekhususan, yaitu adanya pemisahan antara ikan yang baik dan yang buruk, orang
yang benar dari orang yang jahat dan penderitaan mereka yang dicampakkan ke
dalam dapur api. Dengan kata lain, perumpamaan ini merupakan peringatan kepada
orang-orang jahat, bahwa demikianlah kelak nasib mereka.
Ada tiga fakta penting tentang pemisahan di dalam perumpamaan ini :
(1). Pemisahan ini bersifat mutlak. Allah sendiri yang menetapkan untuk
mengadakan pemisahan ini; bahwa orang yang tidak percaya kepada-Nya akan
berhadapan dengan penghakiman-Nya dan mereka yang percaya kepada-Nya akan
menerima kebahagiaan bersama dengan-Nya di dalam kekekalan.
(2). Pemisahan ini bersifat ‘diputuskan terlebih dahulu’ dalam arti dasar
keputusan ini sudah diletakkan di bumi, apakah seseorang percaya memutuskan
percaya kepada Kristus atau justru mengesampingkannya.
(3). Pemisahan bersifat permanen. Ketika ketetapan pemisahan ini dilakukan
- apakah pemisahan ikan yang baik dan membuang yang tidak baik atau
mengumpulkan lalang dan membakarnya - tidak akan ada perubahan di
dalamnya.
KONSEP
KERAJAAN ALLAH DI DALAM KITAB-KITAB INJIL
Sekarang akan dibahas secara khusus konsep tentang Kerajaan Allah ini di
dalam berita setiap para penulis Injil. Pengajaran Tuhan Yesus yang penting di
dalam Kitab-kitab Injil adalah Ia menekankan perihal Kerajaan Allah dan hal ini
berkaitan dengan tujuan misi Yesus.
1. Injil Matius
Matius menuliskan Injilnya ini kurang lebih tahun 60 AD. Ia tidak
menggunakan istilah “Kerajaan Allah”, melainkan “Kerajaan Sorga”. Hal ini
berkaitan dengan tujuan atau alamat Injil ini ditujukan, yaitu kepada orang
Yahudi. Mereka sangat menghargai dan menghormati nama “Allah” (YHWH) sehingga
istilah ini diganti dengan “Sorga” namun tidak mengurangi arti yang dimaksud.
Matius mencatat khotbah Yohanes yang menyerukan “Kerajaan Sorga sudah
dekat!” tanpa harus menjelaskannya lebih lanjut oleh karena para pendengarnya
sudah mengetahui dengan jelas apakah yang dimaksudkannya, yaitu tentang
Kerajaan Mesias sebagaimana yang dijanjikan di dalam Perjanjian Lama. Bahwa
semua nubuatan kedatangan Kerajaan yang kelihatan yang diperintah oleh Mesias
yang duduk di atas takhta Daud. Ia akan memerintah atas bangsa Yahudi dan
bangsa-bangsa bukan Yahudi. Bahwa Kerajaan ini milik orang miskin di hadapan
Allah yang dianiaya oleh sebab kebenaran, yang menaati semua hukum Tuhan, yang
melaksanakan kehendak Allah, yang mencari kebenaran Tuhan (Mat 5:3,10,19,20;
6:10,33; 7:21). Dengan kata lain, Kerajaan Mesias ini akan meliputi seluruh
dunia dan merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat oleh mata. Jadi bukanlah
merupakan kerajaan yang bersifat rohani.
Berita tentang Kerajaan ini mulai diberitakan oleh Yohanes dan kemudian
diajarkan Tuhan Yesus. Ia mulai membuktikan Diri-Nya sebagai Mesias yang
dinanti-nantikan mereka melalui sejumlah perbuatan mujizat yang dilakukan-Nya.
Meskipun banyak orang menjadi takjub dan menyambut pengajaran serta perbuatan
mujizat itu, Tuhan Yesus berkata tentang mereka, “Hati bangsa ini telah
menebal” (Mat 13:15). Di bagian lain Ia berkata, “Berkali-kali Aku rindu
mengumpulkan anak-anakmu … tetapi kamu tidak mau (Mat 23:37). Orang Israel
tidak mau menerima dan bahkan menolak Kerajaan yang diberitakan Yesus dan pada
akhirnya menyalibkan Dia. Para pemimpin Yahudi berseru di waktu huru-hara
penyaliban, “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan anak-anak kami!”
(Mat 27:25).
Kerajaan Sorga di dalam Injil ini bersifat lahir, dapat terlihat dan akan
terjadi di dunia ini pada masa yang akan datang. Ketika malaikat memberitakan
kelahiran Yesus, ia mengatakan “Tuhan akan mengaruniakan kepada-Nya takhta
Daud, bapa leluhur-Nya (Luk 1:32). Semua ini akan menjadi kenyataan yang pasti
pada saat kedatangan-Nya yang kedua kelak, Ia akan menaiki takhta itu. Jadi hal
ini tidak dapat diartikan secara rohani.
2. Injil Markus
Di dalam Injil Markus menyatakan berita Tuhan Yesus tentang Kerajaan Allah
yang dikaitkan dengan berita Injil dan aspek waktu, “Waktunya telah genap;
Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (1:15).
Di dalam struktur Markus, berita ini menunjukkan proklamasi Kerajaan Allah yang
menjadi inti khotbah Yesus. Inilah seruan tentang penggenapan kedatangan
Kerajaan Allah. Walaupun masih dimengerti di dalam aspek masa mendatang,
digambarkan juga sebagai sudah dekat dan bahkan sudah datang.
Markus pasal 4 secara khusus menunjukkan pengajaran yang bersifat parabolik
tentang misteri Kerajaan Allah kepada para murid-Nya. Mereka dimungkinkan untuk
memahami misteri tersebut dan hal ini tidak akan dialami mereka yang bukan
menjadi murid-Nya (4:11). Kerajaan Allah digambarkan sebagai benih yang
ditaburkan dan bertumbuh secara perlahan (4:26). Di dalam pasal 9:1, Kerajaan
Allah digambarkan bersifat segera akan datang dan akan diwujudkan dalam
generasi saat itu. Pasal 9:47 menerangkan tentang berbagai macam penolakkan,
dan kepentingan memasuki Kerajaan Allah dengan berbagai tuntutannya. Memasuki
Kerajaan Allah disamakan dengan memasuki kehidupan (9:43-44). Pasal 10:14 Yesus
mengatakan bahwa anak-anak kecil adalah yang empunya Kerajaan Allah. Dengan
kata lain, untuk memasuki Kerajaan Allah diperlukan iman seperti anak kecil
(10:15). Mengasihi semua yang dimiliki merupakan hambatan memasuki Kerajaan
Allah yang menuntut adanya pengorbanan segala sesuatu (10:23-25).
Di dalam Perjamuan terakhir (14:25), konsep tentang Kerajaan Allah bersifat
Eskatologis. Caragounis mengatakan bahwa di dalam pengertian orang Yahudi,
gambaran tentang Yesus, bahwa Ia akan menderita bagi milik kepunyaan-Nya. Di
dalam bagian terakhir Injil ini dikisahkan tentang Yusuf dari Arimathea yang
menanti kedatangan Kerajaan Allah di dalam pengertian penantian pengharapan
Israel akan kedatangan Mesias yang akan memerintah di dalamnya.
3. Injil Lukas
Berita tentang Kerajaan Allah pertama kali muncul di dalam pasal 1:33,
yaitu pada saat berita yang disampaikan malaikat kepada Maria bahwa Anak yang
sedang dikandungnya pada saatnya akan menduduki takhta Daud dan Ia akan
memerintah untuk selamanya sebagai Mesias. Selanjutnya konsep tentang Kerajaan
ini dihubungkan dengan pelayanan Tuhan Yesus (4:43), yaitu pada saat Ia
menyatakan bahwa Ia harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah
Ia diutus. Hal yang sama juga dicatat oleh Lukas di dalam pasal 8:1.
Catatan tentang Khotbah di Bukit tentang Kerajaan Allah yang disampaikan
oleh Tuhan Yesus juga tidak luput dari perhatian Lukas (6:20). Tuhan Yesus juga
berbicara tentang siapakah yang besar di dalam Kerajaan Allah ketika berbicara
tentang Yohanes Pembaptis (7:28). Demikian juga tentang misteri Kerajaan Allah
yang hanya diberikan kepada para murid dan kepada yang lainnya diberitakan di
dalam perumpamaan (8:10).
Hal yang perlu mendapatkan perhatian juga di sini adalah Lukas
menghubungkan kematian Anak Manusia dengan kedatangan Kerajaan Allah dan bahkan
ada di antara mereka yang ada pada saat itu tidak akan mati sebelum mereka
melihat Kerajaan itu (9:27). Hal ini menyatakan konsep kekinian Kerajaan
tersebut. Di dalam bagian lain, Yesus memberikan penegasan yang bersifat
perintah untuk memberitakan Kerajaan Allah di mana-mana (9:60) dan setiap orang
yang menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah itu (9:62).
Kedatangan Kerajaan Allah ini digambarkankan di dalam doa yang diajarkan oleh
Tuhan Yesus kepada para murid-Nya (11:2).
Perihal Kerajaan Allah ini juga mempengaruhi aspek kehidupan dan harus
mendapatkan prioritas utama dan Allah akan menambahkan semua yang diperlukan (12:31).
Selain itu Lukas juga memberikan penjelasan bahwa Kerajaan Allah ini tidak
berkaitan dengan hal yang bersifat fisik, melainkan pada penerimaan terhadap
keadaan dari Kerajaan tersebut. Mereka yang ingin masuk ke dalamnya harus
berjuang memasuki pintu yang sempit dari Kerajaan ini (13:23-29).
Lukas juga memberikan perhatian kepada pelayanan Yohanes Pembaptis yang
menandai permulaan masa yang membedakan antara hukum Taurat dan para rasul. Ini
adalah masa pemberitaan tentang Kerajaan Allah itu (16:16). Hal ini berarti
tidak membicarakan Kerajaan Allah ini di dalam pengertian eskatologis,
melainkan menyatakan bahwa Kerajaan Allah itu ada di antara mereka (17:21).
Kerajaan Allah harus diterima dengan iman seperti seorang anak kecil (18:17).
Mereka yang mengandalkan kekayaannya tidak akan dapat memasuki Kerajaan itu
(18:24-25 bd: 22-26).
Kerajaan Allah di dalam bentuk masa depan dijanjikan Yesus di dalam
peristiwa Perjamuan Terakhir, bahwa Ia tidak akan minum lagi dari pokok anggur
sampai Kerajaan Allah telah datang (22:17). Hak-hak mengenai Kerajaan itu
ditentukan oleh Yesus sendiri seperti yang diberikan atau ditentukan Bapa
kepada-Nya (22:29-30). Konteks pembicaraan di sini bersifat Eskatologis.
Pada akhirnya, ketika Yesus berada di atas salib, salah seorang pencuri
yang dihukum bersama-Nya mengatakan agar Yesus mengingat dia pada saat datang
kembali sebagai Raja (23:42) dan Yusuf dari Arimathea disebutkan Lukas sebagai
orang yang menanti-nantikan kedatangan Kerajaan itu (23:51).
4. Injil Yohanes
Di dalam Injil Yohanes, konsep tentang Kerajaan Allah tidak menjadi
perhatian utama dan signifikan. Yohanes lebih banyak membicarakan perihal
“Kehidupan Kekal” atau tentang “Kehidupan”. “Kehidupan kekal” dan “Kerajaan
Allah” merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sebab
ekuivalensinya dibuktikan dengan digunakannya kedua istilah ini saling
bergantian di dalam Injil-injil Sinoptik.[27] Selain
itu penggunaan istilah “Kerajaan Allah” juga di hindari oleh Yohanes nampaknya
oleh karena ia menghindari kaitan istilah ini dengan pengharapan eskatologis
dan juga oleh karena tujuan penulisan Injilnya ini adalah bagi pembaca
non-Yahudi.
Meskipun demikian, tidak berarti istilah ini tidak muncul di dalamnya.
Konsep ini muncul pada percakapan Tuhan Yesus dengan Nikodemus di dalam pasal 3
walaupun dengan penekanan kepada perihal kelahiran kembali lebih daripada
kepada Kerajaan Allah. Kelahiran kembali menjadi syarat yang utama memasuki
Kerajaan Allah. Istilah ini juga muncul di dalam percakapan Tuhan Yesus dengan
Pilatus di dalam pasal 18, yaitu pada saat Pilatus bertanya kepada-Nya, “Apakah
Engkau Raja orang Israel?” (18:33). Jawaban Yesus, “Kerajaan-Ku bukan dari
dunia ini” lebih kepada usaha menunjukkan konsep “Kerajaan” yang diajarkan-Nya
hanya mempunyai arti yang kecil saja dalam hubungannya dengan pengharapan orang
Yahudi. Peristiwa penolakan, penghukuman terhadap Tuhan Yesus pada akhirnya
menunjukkan kekecewaan orang Yahudi oleh karena penolakan Tuhan Yesus untuk
menerima konsep tentang Mesias yang dimengerti mereka secara nasional dan
politik yang mereka pahami dan harapkan terwujud selama ini.
KESIMPULAN
Di dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus mengubah dan menjelaskan konsep
tentang “Kerajaan Allah” ini sebagaimana yang dipahami orang Yahudi berdasarkan
pengertian mereka dari Perjanjian Lama, bahwa Kerajaan Allah ini berhubungan
dengan pengharapan mereka akan kedatangan Mesias yang akan menegakkan
Kerajaan-Nya di dalam dunia ini. Mesias ini akan menjadi Raja dan memerintah
atas mereka dan atas seluruh bangsa di dunia.
Yesus memang menggunakan dasar Perjanjian Lama ini untuk mengajarkan
tentang Kerajaan Allah tersebut; bahwa Kerajaan Allah memang memiliki aspek
fisik yang penggenapannya pada akhir jaman kelak, namun yang menjadi inti
pemberitaan-Nya lebih kepada pemerintahan Allah, di mana di dalamnya
Allah menjadi raja secara spiritual di dalam diri setiap orang yang percaya.
Dengan kata lain pemberitaan dan pengajaran Tuhan Yesus tentang hal ini lebih
kepada perihal kebenaran, keadilan, kebahagiaan, kebebasan dari dosa dan
pemulihan hubungan seseorang dengan Allah daripada pengharapan yang bersifat
nasionalistik dan universal sebagaimana yang dipahami orang Yahudi selama ini.
Gereja pada saat ini memiliki mandat memberitakan “Kerajaan Allah” di dalam
kehidupannya dengan pengertian sebagaimana yang dimaksud dan dijelaskan oleh
Tuhan Yesus, yaitu berkenaan dengan “Kehidupan kekal” dan “Keselamatan”. Inti
utama ini yang harus dipertahankan walaupun di dalam pemberitaannya
mempertimbangkan aspek dinamika perkembangan jaman (baca: “Kontekstualisasi”).